Warga Tibet yang hidup di "atap" bumi mempunyai gen unik. Gen unik ini berevolusi sehingga membantu mereka bertahan hidup di ketinggian puncak gunung yang sedikit oksigen
Ilmuwan mengatakan, genetik mereka membuat langkah pencegahan dari penyakit ketinggian yang berpotensi fatal pada penderita kurang oksigen. Sebagai hasilnya, mereka bernapas dengan mudah dalam kondisi udara yang tipis. Padahal kondisi seperti itu biasanya menjadi penyebab penyakit bertambah parah atau bahkan membawa kematian.
Para ilmuwan membuat penemuan setelah pengambilan sampel darah dari 31 warga di sebuah desa di Tibet, yang terletak di ketinggian 14,720 kaki atau sekitar 4.486 meter di atas permukaan laut.
Analisis DNA penduduk desa setidaknya mengungkapkan 10 gen yang dapat membantu tubuh mereka mengatasi di hidup di daerah ketinggian. Dua bagian tertentu mempengaruhi haemoglobin, oksigen yang membawa molekul dalam sel darah merah.
Menurut Joseph Prchal, salah seorang peneliti dari Universitas Utah di Amerika Serikat, yang unik tentang orang-orang Tibet adalah mereka tidak mengembangkan jumlah sel darah merah tinggi. Bila hal ini bisa dipahami maka bisa dikembangkan terapi untuk penyakit manusia.
Dataran tinggi Tibet, dikenal sebagai atap dunia, adalah dataran tertinggi di Bumi. Ini adalah dataran tinggi, termasuk dua puncak tertinggi, yakni Everest dan K2.
Para ilmuwan percaya orang-orang yang tinggal di wilayah ini menyesuaikan dengan lingkungan mereka lebih dari ribuan tahun melalui seleksi alam.
Penduduk yang belajar untuk bertahan hidup di dataran tinggi lainnya di dunia, seperti penduduk Amerika Selatan di pegunungan Andes, dan warga Etiopia di pegunungan Afrika. Namun, tak satu pun yang mengalami perubahan genetik yang sama dengan Tibet.
Sakit pada ketinggian, yang biasanya menyerang pendaki gunung, dapat berakibat fatal. Biasanya berpotensi membangun cairan di otak dan paru-paru. Warga Tibet tampaknya tidak akan mendapatkan efek semacam ini.
0 komentar:
Post a Comment